BIOGRAFI
DOUWES DEKKER
Ernest François Eugène Douwes Dekker
dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi lahir tanggal 8
Oktober 1879 di Pasuruan, Jawa Timur. Beliau adalah tokoh politik dan patriot
Indonesia, pembangkit semangat kebangsaan Indonesia, penentang penjajahan yang
gigih, wartawan dan sastrawan. Di tubuhnya mengalir darah Belanda, Prancis,
Jerman, dan Jawa, tapi semangat kebangsaan Douwes Dekker lebih membara
dibanding penduduk bumiputra. Douwes Dekker adalah kemenakan dari Eduard Douwes Dekker alias Multatuli, penulis buku Max
Havelaar yang terkenal.
Selepas sekolah di HBS tahun 1897, Ernest bekerja sebagai
pengawas di sebuah perusahaan perkebunan Belanda di kaki Gunung Semeru, lalu
pindah ke pabrik gula di Pasuruan. Douwes Dekker atau DD juga sempat bersekolah
di Swis dengan mendaftarkan dirinya sebagai orang Indonesia dan suku Jawa.
Bekal pendidikannya ini membuatnya pernah menjalani profesi sebagai guru kimia.
Saat ibunda beliau meninggal ditahun 1899, ia sangat
sedih. Beliau kemudian bertualang ke luar negeri dan terlibat dalam Perang Boer
di Afrika Selatan, membantu perjuangan mengusir Inggris. Setelah itu, beliau
sempat dipenjarakan oleh Inggris di SriLanka. Pada tahun 1903, ia kembali ke
Jawa dan memilih bekerja sebagai wartawan. Ia sempat bekerja di surat kabar De
Locomotief IaIu Surabajaas Handeisbiad. Beliau menjadikan surat gerakan anti
penjajahan melalul tulisan-tulisan keras menentang Belanda. Beliau merekrut
banyak pemuda, antara lain Soeryopranoto, Cokrodirdjo, Cipto, dan Gunawan
Mangoenkoesoemo.
Akibatnya, beliau tidak lama bertahan. la pun bekerja
di Bataviaas Nieusblad. Hanya sebentar saja, beliau kembali keluar dan membuat
surat kabar sendiri. Awalnya majalah bulanan HetTijdshrift, lalu koran De
Express yang radikal. Orang-orang menyebutnya “Neo-Multatulian’. Langkah Ernest
selanjutnya adalah mendirikan Indische Partij (IP) pada tanggal 25 Desember
1912 di Bandung bersama dua sahabatnya, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat. IP adalah partai politik pertama di Hindia yang menyerukan
‘Hindia untuk orang Hindia’ Pernyataan Hindia untuk orang Hindia mampu
membangkitkan semangat nasionalisme rakyat.
Menjelang peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan
Perancis pada November 1903, para tokoh IP, yaitu Ernest Douwes Dekker,Suwardi
Suryaningrat, dan CiptoMangunkusumo membentuk Komite Bumiputera dan melakukan
kritik atas rencana perayaannya di Indonesia. IP menganggap rencana peringatan
itu sebagai penghinaan bagi bangsa Indonesia yang masih terjajah. Tiga
Serangkai ini kemudian dibuang ke Belanda. Pada tahun itu juga IP dibubarkan
oleh Gubernur Jenderal Belanda. Sekembalinya ke Jawa pada tahun 1918, Tiga
Serangkai kembali berusaha terjun ke politik dengan bergabung di Insulinde.
Namun, karena organisasi ini dianggap terlalu cutis, mereka pun mendirikan NIP
(National Indische Partij). Organisasi ini segera dibubarkan penguasa kolonial.
Ernest sendiri juga melanjutkan perjuangan melalui jalur pendidikan dengan
mendirikan Ksatria Institut yang menanamkan nilai kebangsaan.
Menjelang meletusnya Perang Pasifik di awal tahun
1940-an, Belanda menangkap para tokoh pergerakan Indonesia. Ernest termasuk
yang ditangkap dan ditahan di Ngawi. Saat Jepang mendarat di Jawa, beliau
dibuang ke Suriname. Pada tahun 21 Januari 1947, beliau berhasil kembali ke
Indonesia. la Iangsung bertemu dengan Bung Karno. Bung Karno yang mengakui
Ernest Douwes Dekker sebagai gurunya, kemudian memberi nama Danudirja Setiabudi
kepada beliau. Danudirja berarti banteng yang kuat, sementara Setiabudi berarti
jiwa kuat yang setia. Dengan berganti nama menjadi Danudirja, beliau pun masih
tetap dapat dipanggil dengan inisial DD yang telah lekat dengan dirinya.
Danudirja Setiabudi kemudian masuk ke dalam Kabinet Syahrir. la juga pernah menjadi penasihat presiden dan anggota delegasi Indonesia saat melakukan perundingan dengan Belanda. Pada saat Agresi Militer II Belanda, hampir semua pemimpin Republik ditangkap, termasuk DD. Namun karena usia yang sudah lanjut,DD pun dibebaskan. Pada tahun 1949,DD kembali menempati rumahnya di Bandung. Pada 28 Agustus 1950,Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi mengembuskan napas yang terakhir, dan Pemerintah RI menganugerahinya Gelar Pahlawan Naional Indonesia.
Danudirja Setiabudi kemudian masuk ke dalam Kabinet Syahrir. la juga pernah menjadi penasihat presiden dan anggota delegasi Indonesia saat melakukan perundingan dengan Belanda. Pada saat Agresi Militer II Belanda, hampir semua pemimpin Republik ditangkap, termasuk DD. Namun karena usia yang sudah lanjut,DD pun dibebaskan. Pada tahun 1949,DD kembali menempati rumahnya di Bandung. Pada 28 Agustus 1950,Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi mengembuskan napas yang terakhir, dan Pemerintah RI menganugerahinya Gelar Pahlawan Naional Indonesia.
No comments:
Post a Comment