Friday, April 14, 2017

REVIEW BUKU SEJARAH “ TIMOR TIMUR THE UNTOLD STORY”



REVIEW BUKU “ TIMOR TIMUR THE UNTOLD STORY”

A.  Identitas Buku
·        Judul Buku       : Timor Timur The Untold Story
·        Pengarang        : Kiki Syahnakri
·        Penerbit            : PT. Kompas Media Nusantara
·        Tahun Terbit     : Cetakan pertama, Januari 2013
·        Tebal Buku       : 436 halaman

B.  Tujuan Pengarang Buku
Menceritakan sisi lain sejarah panjang Timor timur beserta konflik konfliknya serta mendapatkan penyeimbang sejarah dari apa yang pernah masyarakat dengar tentang Konflik Timor timur, terutama berita yang selalu menyalahkan dan menyudutkan Indonesia dan TNI , adanya pelanggaran HAM yang dihembuskan media asing, bahkan pembaca bisa tahu kecurangan selama terjadi proses jajak pendapat.

C. Pokok-Pokok/Ringkasan Isi Buku
Sepertiga panjang karir seorang prajurit TNI Kiki Syahnakri berhubungan dengan daerah Timor timur, dimulai ketika ia lulus Akmil, akhir tahun 1971, Letda Kiki Syahnakri mendapatkan tugas pertamanya selepas keluar dari Kawah Candra dimuka Lembah Tidar Magelang, sebagai komandan pleton di Kodam XVI/Udayana. Kodam Udayana sendiri meliputi Bali, NTB, NTT dan TimorTimur waktu itu
Beliau mendapatkan penempatan di Batalyon 743 Kupang, kemudian pindah lagi ke Kompi senapan A, di Waingapu tetap sebagai komandan peleton. Ketika awal mula Konflik Timor Timur dimulai. Beliau mendapat tugas sebagai bagian dari sebuah tim yang bertugas mempersiapkan daerah operasi, itu terjadi dipenghujung 1974, Pimpinan ABRI di Jakarta memperkirakan , jika konflik di Timor Portugis (sebutan Timor Timur awal mulanya) kian tajam dan makin memburuk, ABRI akan masuk ke wilayah itu dengan dukungan Amerika Serikat dengan alasan kemanusiaan, dan tugas Kiki bersama timnya adalah mempersiapkan analisis daerah operasi, menyangkut gambaran tentang daerah operasi jika operasi militer dilakukan, misalnya kondisi pelabuhan laut untuk pendaratan pasukan, fasilitas bongkar muat, penentuan gudang logistik, amunisi, sampai menghitung jumlah pos penjagaan, didaerah operasi. Tugas Kiki secara spesifik adalah menginventarisasi pos pos sepanjang perbatasan, dari Motaain hingga pantai selatan Pulau Timor.
Dalam menginventarisasi pos-pos dan pemetaan wilayah perbatasan ini, Kiki harus menjaga kerahasiaan tugasnya, dan sedikit mungkin berinteraksi dengan penduduk lokal, agar tidak menimbulkan kecurigaan. Dan agar lebih efektif dalam komunikasi Kiki belajar bahasa Tetun, Bahasa yang nantinya sangat banyak membantu dia dalam tugas Operasi. Selain tugas utama itu, Kiki juga membantu program kerja Gubernur Nusa Tenggara Timur El Tari dan Gubernur Timur Portugis Lemos Pires dibidang ekonomi dan keamanan, terutama keamanan wilayah perbatasan. Bekerjasama dengan Komandan Militer Portugis yang ditempatkan di sana , tepatnya di Bobonaro yaitu Mayor Visoco.
Konflik Timor Timur sendiri dimulai setelah terjadinya Revolusi Bunga di Portugal, 25 April 1974,yang digerakkan para perwira muda revolusioner untuk menggulingkan dictator Admiral Americo Thomas yang sedang berkuasa. Riak-riak keberhasilan perjuangan mereka menggema hingga ke koloninya di Timor Portugis. Hasrat untuk merdeka rakyat Timor Portugis begitu bergelora, namun mungkin karena belum siap merdeka sendiri, atau atas dasar pertimbangan politik lain, maka dibentuklah partai politik untuk mencapai proses menuju merdeka tersebut. Partai politik di Timor Portugis ada UDT, ASDT yang kemudian menjelma menjadi Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente), kemudian ada Apodeti, KOTA dan Trabalhista. Singkat cerita terjadilah konflik antara UDT dan fretilin, Fretilin ingin merdeka murni, UDT ingin merdeka tetapi tetap menginduk ke Portugis, sedang Apodeti sebagai parpol terkecil ingin bergabung dengan Indonesia.
Diawal tahun 1975 seiring makin berkembangnya situasi ke arah pergolakan, Bakin (BIN sekarang) mulai mengirimkan personilnya untuk tugas intelijen dalam rangka persiapan masuk ke wilayah Timor Portugis. Diantaranya sejumlah tim Kopassandha (Kopassus sekarang) dengan nama sandi “Tim Flamboyan” dipimpin Kolonel Infantri Dading kalbuadi, Perwira lulusan Pusat Pendidikan Perwira Angkatan Darat, kawan seangkatan Benny Moerdani, Tim Flamboyan terdiri dari 3 subtim. Pertama “Tim Susi” dikomandani Mayor Infantri Yunus Yosfiah, lulusan AMN 1965, wakilnya Kapten Infantri Sunarto, AMN 1968. Tim kedua bernama “Tim Umi” dipimpin Mayor Sofyan Effendi, kawan seangkatan Yunus Yosfiah, wakilnya Kapten Infantri Sutiyoso, kawan seangkatan Sunarto. Dan tim ketiga “Tim Tuti” dikomandani Mayor Infantri Tarub.
Disinilah Perwira muda Kiki mulai berkenalan dengan para petinggi, dan tokoh-tokoh militer dari Jakarta, seperti Mayjen Benny Moerdani (Master Mind Konflik Timor Timur), Brigjen Soeweno (Panglima Kogasgab Seroja), Kolonel Dading Kalbuadi dari Kopassandha, dan Letkol Agus Hernoto dari Intelstrat.
Konflik pertama Kiki dengan pihak Timor Portugis terjadi di peristiwa Motaain, 14 September 1975. Saat terjadi pertempuran hebat antara UDT dan Fretilin didaerah perbatasan Indonesia. Pihak UDT terdesak hingga ke perbatasan Motaain, wilayah Kiki bertugas sebagai Komandan Koramil. Sebagian anggota UDT telah masuk wilayah Indonesia karena terdesak oleh Fretilin yang lebih lengkap senjatanya dan personil yang berpengalaman dalam bertempur. Kiki berinisiatif menampung para pengungsi UDT tersebut, Pihak Fretilin masih terus menggempur musuhnya meski mereka tahu, musuhnya sudah masuk ke wilayah Indonesia. Akibatnya selain pengungsi dan pasukan UDT, beberapa warga Indonesia diperbatasanpun luka luka terkena Mortir dan peluru Fretilin. Saat itu Tim Kopassus yang memiliki tugas khusus, yaitu Tim Flamboyan yang bertugas menyelamatkan tokoh tokoh Apodeti tidak bisa membantu, begitu juga Tim Susi, tim kopassus yang lain sedang bertugas menyelamatkan Raja Atsabe Guilherme Goncalves, tokoh Pro integrasi yang dikemudian hari menjadi Gubernur Timor Timur. Tim Susi dipimpin oleh Mayor Yunus Yosfiah. Kiki berinisitaif membalas serangan mortar Fretilin itu sebelumnya minta izin kepada Dandim. Pasukan Kiki kemudian menembakkan mortar 5 organik peleton dari 741. Serangan balasan ditujukan kearah munculnya mortar dari Fretilin, sayangnya dari tujuh granat mortar, hanya empat yang meledak yang lain gagal. Serangan ini mengejutkan pihak Fretilin. Mereka tahu pihak UDT tidak memiliki mortar, jadi jika ada serangan mortar pasti dari pihak ABRI . Mereka mundur kearah Batugade. Pihak UDT melakukan recovery, dan konsolidasi.
Kiki bertemu pasangan hidupnya. Gadis bernama Ratna, lengkapnya Kasperina Ratnaningsih seorang gadis manis, bekerja sebagai PNS dan sedang melanjutkan kuliah hukum di Universitas Nusa Cendana, (Undana) Kupang. Beliau harus berkendara sejauh 30 km dari tempatnya betugas menuju rumah Ratna di Atapupu. Perjumpaan pertama beliau dengan ratna terjadi disuatu malam pesta dansa dikota Atambua, dilanjutkan dansa bersama Ratna karena dipinta MC acara pesta itu.
Kepindahan beliau dari staf di Kodim Atambua menjadi Danki A Batalyon 741 berkedudukan di Kuta Bali, akhirnya membuat Kiki harus segera menikahi Ratna, setelah berpacaran selama 3 tahun. Itupun sempat ditentang pihak keluarga Ratna, karena perbedaan keyakinan/agama. Setelah putra pertama Kiki lahir yang kemudian di beri nama Edo, perbedaan dan jurang pemisah dengan keluarga ratna menjadi lebur, dan akhirnya mereka merestui dan menyetujui pernikahan beliau. Dikalangan tentara terkenal dengan ungkapan “Jodohmu ditangan surat perintah” artinya, kemana pertama kali ditugaskan setelah keluar dari Akmil, disanalah pada umumnya perwira muda menemukan jodohnya dan itulah juga yang dialami perwira muda Kiki.
Beberapa peristiwa baik pertempuran terjadi antara lain Operasi Kikis yaitu operasi gabungan TNI (AD, Marinir, Paskhas) dalam upaya melumpuhkan Fretilin di Timor Timur, dengan sasaran pengepungan gunung Matebian, kemudian dinamakan operasi Kikis 1, lalu dilanjutkan dengan operasi Kikis 2 yaitu pengepungan pagar betis Gunung Aitana. Dalam operasi Kikis 2 , dua anggota Yonif 744 mengalami luka tembak, dari pihak Fretilin sejumlah gerilyawan tewas, 23 tertangkap, disita juga puluhan senjata, dokumen serta buku-buku doktrin. Kemudian cerita pengepungan Gunung Mamalau, yaitu ketika beliau memimpin Yonif 744 mengepung gerilyawan fretilin di Gunung Mamalau. Berlangsung singkat karena hanya satu minggu, tanpa kontak senjata dengan pihak gerilyawan, namun menemukan senjata yang sengaja ditinggalkan disebuah gua, lengkap dengan jebakan granat yang siap meledak.
Kemudian cerita “Dialog yang gagal”. Menceritakan setelah operasi kikis, jalan perundingan lebih diefektifkan, salah satu kemajuannya adalah adanya upaya dialog antara ABRI dengan pihak Fretilin. Pihak yang akan berdialog adalah Mayor Gatot Purwanto dan Jose da Conceicao, seorang asisten politik Fretilin. Dialog ini kemudian dikenal dengan istilah ” kontak damai”. Namun sebelum “kontak damai” itu membuahkan hasil terjadi insiden Cararas. Insiden ini berawal dari undangan salah satu tokoh masyarakat Cararas kepada sejumlah anggota TNI, termasuk beberapa perwira dari Viqueque, untuk menghadiri pesta dirumahnya. Karena dalam suasana kontak damai, mereka pun hadir. Ditengah susasan pesta itulah terjadi penyerangan terhadap TNI. Sejumlah orang muncul dari kegelapan dan memberondong para perwira tersebut. Semua tewas kecuali seorang perwira rohani yang meloloskan diri memanjat sebatang pohon disamping tempat pesta tersebut. Dia selamat dan menyaksikan bagaimana teman-temannya dihabisi. Namun beberapa waktu kemudian dia mengalami gangguan psikologis akibat pengalaman traumatis penyerangan dan pembunuhan brutal terhadap teman-temannya. Akibat peristiwa Cararas, Danrem Poerwanto sangat kecewa dan marah, dan membatalkan upaya kontak damai. Menurut Brigjen TNI (purn) Johanes Haribowo, yang menjabat Kasrem waktu itu, Xanana mengakui tidak mengetahui dan tidak terkait dengan penyerangan dan pembunuhan di Cararas. Ia malah mencurigai adanya pihak ketiga di balik peristiwa itu. Kontak damai berantakan dan gagal. Konflik bersenjata, kekerasan, dan saling bunuh pun kembali terjadi.
Ada lagi Peristiwa Dilor, peristiwa Dilor adalah peristiwa dimana Pihak TNI dituduh membunuh dan merampok 2 anggota hansip penduduk setempat. Pihak TNI membuktikan bukan mereka yang membunuh dengan menghadang pihak GPK (gerakan pengacau Keamanan) yang dicurigai menjadi pelaku pembunuhan, dan ditemukan hasil rampokan yaitu kain Tais, tombak dan parang, sama dengan barang yang hilang di rumah adat yang dijaga 2 hansip itu,.
Mengenai berselisih paham dengan Prabowo, terjadi di pertengahan tahun1995. Ketika itu Prabowo berpangkat Kolonel menjabat sebagai Wadan Kopassus dan Kolonel Kiki Syahnakri Sebagai Komandan Korem Timor Timur. Perselisihan pendapat itu terjadi ketika Tim kopassus pimpinan Prabowo Subianto memiliki tugas dalam Operasi melati, antara lain penerbitan Buletin dan pembentukan “massa Tandingan”. Alasannya adalah untuk membendung gejolak aksi demonstrasi yang kembali marak di Timor Timur, terutama Dili. Daripada demonstran dihadapi oleh TNI, dan kemudian jika terjadi kerusuhan dan jatuh korban jiwa, TNI yang disalahkan, dituduh melanggar HAM dan harus bertanggung jawab, maka lebih baik dihadapi oleh massa lain sesame warga Timor Timur: “massa demonstran sungguhan versus massa demonstran tandingan”. Hal ini bagi Kolonel Kiki tidak rasional dan berisiko tinggi, karena akan menimbulkan konflik horizontal yang memakan banyak korban, semakin lama akan kian meluas hingga sulit diredam, yang akhirnya TNI juga harus turun tangan. Maka sebagai komandan Korem Kiki menolak program itu. Silang pendapat terjadi diruang kerja Danrem, dimana Pangdam Udayana Mayjen Adang Ruchiatna turut hadir.
 “Wo, anda pasti paham bahwa senjata ampuh kita dalam bidang diplomasi sehingga kita masuk ke Timor Timur dan masih berada disini hingga saat ini adalah argumentasi kita yang menyalahkan Portugis, karena mereka meninggalkan Timor timur tanpa tanggung jawab sehingga terjadi perang saudara, terutama antara UDT dan Fretilin. Nah sekarang kita mau membuat massa tandingan menghadapi demonstrasi? Bukankah dengan itu kita pun melakukan kesalahan yang sama, menciptakan perang saudara lagi? Kiki menegaskan pandangannya atas penolakan itu.
“Enggak bisa Bang! Tidak ada jalan lain. Nanti ada tuduhan pelanggaran HAM lagi, pelanggaran HAM lagi, kalau tidak segera dibereskan,” jawab Prabowo dengan nada tinggi.
“Wo, lalu siapa yang bertanggung jawab jika ada korban dalam benturan antara demonstran dan massa tandingan itu? Tetap saya yang bertanggung jawab, bukan kamu!” Kikipun mulai terpancing emosi.
“Kan implementasinya bisa diatur! Bisa dikendalikan! Korem harus bisa mengendalikan, Abang selama ini telah gagal…..Saya justru mau membantu Bang! Cetusnya dengan suara yang makin meninggi.
“Apa…?? Saya gagal?? Wo, mana mungkin bisa dikendalikan, kalau sudah jatuh korban, pasti perkelahian akan meluas, bahkan akan menjalar ke tempat lain! Kiki amat kecewa dan marah dengan jawaban Prabowo yang menudingnya gagal, terkesan menyederhanakan masalah, dan mengalihkan tanggung jawab.
Akhirnya Prabowo meninggalkan ruangan.
Kiki kemudian berbicara 4 mata dengan Pangdam, Pak Adang sependapat dengan Kolonel Kiki, dan sepakat selama Kiki menjabat Danrem, ide “massa tandingan” tidak boleh dibiarkan berjalan. Secara fundamental konsep itu bertentangan dengan filosofi operasi lawan gerilya, how to win the heart and mind of the people, maupun dengan nilai yang dianut TNI, Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI.
Konflik yang kedua dengan Prabowo terjadi ketika Korem dan Pemda Dili berencana menerbitkan Surat kabar untuk mengimbangi berita yang berat sebelah yang selama ini beredar dan dihembuskan surat kabar local “Suara Timor Timur”. Entah dari siapa informasinya hingga Prabowo tahu dan mencak-mencak. Barangkali karena sebelumnya Kiki menolak ide “massa tandingan” maka rencana penerbitan surat kabar oleh Korem dianggap menyaingi rencana penerbitan bulletin sebagai bagian dari Operasi Melati. Padahal rencana penerbitan itu muncul jauh sebelum Kopassus bertugas dengan Operasi Melatinya. Hanya dua minggu setelah setelah Konflik dengan Prabowo, Kiki melepas jabatannya sebagai Danrem dan digantikan oleh Kolonel Mahidin Simbolon. Kiki mendapat tugas sebagai perwira menengah senior pembantu utama asisten KSAD (Paban-2 KSAD). Entah itu eksis akibat konflik nya dengan Prabowo atau bukan , Kiki malas untuk memastikan. Prabowo waktu itu masih merupakan anak kesayangan Cendana.
Salah satu sifat yang dimiliki Kiki adalah membina, dan memanusiakan tawanan fretilin yang tertangkap, dengan pendekatan bahasa Tetun (bahasa Timor Timur) yang beliau kuasai, beliau dapat mengambil hati para tawanan untuk mau bekerja sama dengan TNi secara sukarela. Memberi kepercayaan kepada mereka, bahwa mereka bukanlah musuh, tetapi teman dan saudara satu tanah air.
Ketika terjadi Jajak pendapat , Kiki sudah berpangkat Mayor Jendral dan diserahi tugas sebagai Panglima Penguasa Darurat Militer mengamankan proses jajak pendapat dan setelahnya, penyerahan kedaulatan serta ekses ekses yang ditimbulkan. Sebelumnya tugas ini dipegang Pangdam Udayana Mayjen Adam Damiri. Tugas pertama beliau dulu, memulainya didaerah Timor, dan kemudian beliau harus mengakhirinya sebagai Panglima Darurat Militer, dengan hasil Timor timur harus berpisah dengan Indonesia. Hal ini menyesakkan dada Mayjen Kiki Syahnakri. Tidak mudah bagi seorang Kiki meninggalkan dan melupakan tapak-tapak perjalan karier serta pengabdiannya disana. Menjalani kehidupan yang sering kali diwarnai desingan peluru, dentuman mortir, gelegar meriam, cucuran keringat, bahkan hilangnya nyawa sesama prajurit atau pihak lawan, dan tragisnya diakhir perjalanan panjang tersebut, dia harus meninggalkan Timor Timur dengan menerima caci maki dari masyarakat prokemerdekaan. Senin ,27 September 1999, setelah serah terima jabatan komando pengendalian keamanan Timor Timur kepada Mayjen Peter Cosgrove (Interfet), Kiki mengakhiri pengabdiannya di bumi Timor timur, yang kini rakyatnya telah menetapkan sebuah nama baru “Timor Leste”, dan Kiki siap kembali ke Jakarta.
Pasca jajak pendapat keamanan Timor timur yang kemudian beralih nama menjadi Timor Leste diserahkan Kiki ke pihak PBB dengan Interfet nya. Tugas Kiki sebagai Panglima Darurat Militer selesai. Kiki kemudian dipromosikan sebagai Pangdam Udayana menggantikan Adam Damiri.
Banyak kisah yang beliau tulis di buku ini pasca referendum, tentang kelicikan media asing, pemberitaan yang selalu menyudutkan TNI, penanganan pengungsi pro integrasi dan penyerahan senjata milisi pro integrasi. Konflik Brimob dan Unifet, terbunuhnya personel UNHCR dan masih banyak lagi. Dimasa damai, karir tertinggi Kiki adalah sebagai WaKASAD dengan pangkat Letnan Jendral, Kasad nya ketika itu adalah Jendral Endriartono Sutarto.
Diakhir penulisan Kiki Syahnakri menulis sebab sebab mengapa Timor Timur lepas, tidak leluasanya beliau ke Luar negeri karena isu pengadilan HAM perwira TNI atas Timor Timur, harapan besar beliau kedepannya , dan kecintaan beliau terhadap warga Timor Leste dan pengungsi.
Beliau mengatakan, pada saat itu banyak media, khususnya asing yang pemberitaannya cenderung membohongi publik dan menyudutkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Indonesia.
“Melalui buku ini, saya ingin membongkar kebohongan-kebohongan itu dengan mengatakan yang sesungguhnya terjadi,”.
D. Keunggulan Buku
Dibuku ini semua kisah suka duka Kiki Syahnakri selama penugasan di Timor timur diceritakan secara apik, seolah olah pembaca juga ikut ada dan mengalami kejadian itu, gaya bahasa dan penulisan yang santai, serta pengambaran daerah operasi, pertempuran, begitu nyata dan mudah diikuti. Selalu ada keinginan untuk terus mengikuti jalan cerita di setiap kisahnya, apa yang akan terjadi selanjutnya.
E.  Kelemahan Buku
Terdapat berapa kesalahan dalam penulisan kata-kata.
F.  Saran pada Penyaji Buku
Buku ini sangat bagus dibaca oleh semua kalangan. terutama bagi generasi muda, baik sipil maupun militer. Bagi generasi muda TNI pun, buku ini akan sangat bermanfaat, terutama untuk meneladani sikap dan tindakan yang diambil Kiki dalam menjalankan tugasnya.



2 comments:

  1. Bapak2 TNI & Sipil yang mengalami peristiwa2 ini tolong dibuatkan buku yang lengkap & benar mengenai peran Prabowo di Timtim karena kami banyakmendengar / informasi yang negatif atas hal ini
    Terima kasih

    ReplyDelete
  2. Mencopy paste tulisan saya dr wiwith.wordpress.com tanpa menuliskan sumber cerita.. padahal labels nya tugas SMA, segitunya kah siswa skrg main plagiat tanpa menuliskan sumber. Review saya ditulis di tahun 2013. Blog ini ditulis di tahun 2017.
    Ini link review saya: https://wiwith.wordpress.com/2013/03/29/review-buku-timor-timur-the-untold-story-letjend-tni-purn-kiki-syahnakri/

    ReplyDelete